Hidup dalam budaya tinggi gula





Bakteri alami dalam mulut yang menyatu dengan gula yang tertelan menciptakan suasana asam yang menyerang email gigi. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan gigi, radang gusi, serta sejumlah masalah lain.

Hidup dalam budaya masa kini yang menuntut serba cepat, membuat banyak orang bergeser dari makan makanan bergizi ke makanan cepat saji dan makanan ringan tinggi gula. Efek merugikan dari gaya hidup ini sudah jelas. Lebih dari 25 persen anak-anak antara usia 2 dan 5 mengalami kerusakan gigi, dan hampir 80 persen orang muda memiliki lubang gigi pada usia 17.
 
"Kita hidup dalam masyarakat yang tinggi-stres dan makanan cepat saji menawarkan solusi instant," kata juru bicara Academy of General Dentistry Maria A. Smith, DMD, MAGD.
 
Dia menambahkan bahwa makanan dan minuman tinggi kandungan gula tidak hanya merugikan kesehatan mulut, tetapi juga sisa kesehatan  tubuh secara umum.
 
Sebagai contoh, rata-rata sekaleng soda mengandung 10 sendok teh gula, dan banyak produsen memasukkan gula ke dalam makanan mereka untuk membantu meningkatkan angka penjualan. Saat ini, rata-rata orang mengkonsumsi sekitar 150 pon gula per tahun atau sekitar 40 sendok teh sehari. Bukan hanya budaya yang menetapkan jumlah gula yang kita konsumsi, tetapi juga kurangnya pendidikan tentang berapa banyak gula yang kita konsumsi setiap hari. 

Beberapa orang tua mungkin merasa sudah benar dengan memberi makan anak-anak mereka jus buah olahan, namun produk seperti ini sebagian besar mengandung gula. Makanan olahan juga bisa berbahaya karena rendah gizi dan kandungan gula tinggi. Mengganti produk ini dengan buah-buahan dan sayuran segar merupakan pilihan yang lebih baik.
 
Mulai sekarang mari kita lebih cermat dalam mengkonsumsi makanan dan minuman, bacalah label nutrisi pada kemasan untuk mengetahui jumlah kandungan gula.  Dan kunjungi dokter gigi dua kali setahun untuk menjaga kesehatan mulut dan belajar bagaimana membatasi asupan gula. 

Komentar

Postingan Populer